MENUJU KEESAAN GEREJA


MENUJU KEESAAN GEREJA

 

1. Akar-Akar Gerakan Oikumenis Pada Abad-Abad Lalu, Sampai Dengan Konperensi Pekabaran Injil Sedunia Di Edinburgh (1910)

Pada zaman reformasi Katolik Roma untuk pertama kali (sejak khisma dengan Gereja Ortodoks Yunani tahun 1054) diperhadapkan dengan ancaman perpecahan besar-besaran. Walaupun Luther dengan cepat dikucilkan dari gereja (1521), namun tetap diusahakan mencari perdamaian dengan pengikut-pengikutnya, kaum Injili, demi kesatuan kaum Kristen dari ancaman Turki. Usaha-usaha ini, yang didorong oleh pertimbangan-pertimbangan politik, menghasilkan pembicaraan-pembicaraan di Leipzig (1539), Hagenau (1540), Worms (1540) dan Regensburg (Ratisbon, 1541) di wilayah kekaisaran Jerman dan di Prancis, tetapi persetujuan tidak dicapai.

Timbul kesadaran bahwa usaha-usaha untuk memulihkan perpecahan yang diakibatkan reformasi harus bertolak dari warisan bersama. Kesadaran ini hidup khususnya di kalangan kaum humanis, cendikiawan katolik maupun Protestan yang mengecam keadaan gereja Katolik Roma pada zaman itu karena telah menyimpang dari ajaran dan praktik gereja kuno. Namun usaha perdamaian mereka agak bersifat intelektual dan individual, dan kurang berakar dalam gereja.

Pada abad ke-17 dan ke-18, usaha-usaha dari abad reformasi dilanjutkan: Mencari titik persatuan dalam warisan gereja kuno dan merumuskan semacam daftar pasal-pasal iman yang dianggap azasi untuk iman Kristen, yang harus diterima secara mutlak, sedangkan pasal-pasal iman yang dianggap tidak azasi tidak boleh menjadi alas an untuk perpecahan antara orang-orang Kristen.

Setelah rumusan-rumusan konfesional kehilangan peranan yang menentukan. Pada zaman pencerahan dan pietisme munculah pendapat yang mengatakan bahwa iman Kristen bertolak dari hati pribadi. Kesalehan pribadi, penghayatan iman secara individual adalah yang terutama, dan semua hal lain, seperti keanggotaan gereja atau penerimaan suatu konfeksi adalah hal kedua. Dengan penekanan pada individu maka konfeksi gereja direlativer. Gereja berusaha mencari hubungan dengan gereja-gereja lain. Pietisme, yang muncul di gereja Lutheran Jerman, sejak awal bersifat terbuka terhadap usaha-usaha yang sedemikian di kalangan Calvinis, bahkan Katolik Roma.

Sikap terbuka di kalangan pietis kemudian sangat mempengaruhi perhimpunan-perhimpunan pekabaran injil. Perhimpunan-perhimpunan ini juga mengutamakan iman sederhana kepada Yesus Kristus. Pada abad ke-19 timbulah usaha lain sbb:

  1. Usaha mempersatukan orang-orang Kristen dari gereja-gereja yang mempunyai dasar teologis atau konfesional yang sama.
  2. Usaha untuk mempersatukan orang-orang Kristen Protestan dalam satu perhimpunan yang diprakarsai oleh Thomas Chalmers (1780-1847), yang kemudian hasilnya ialah pembentukan Evangelical Alliance di London, tahun 1846. Namun ini juga tidak pernah berhasil untuk menupulkan orang-orang Kristen yang dapat dianggap wakil gereja mereka dan tetap bersifat perhimpunan yang pribadi.
  3. Voluntary movement yang lahir karena pengaruh Revivalism, gerakan kebangunan rohani di Amerika Serikat. Misalnya: YMCA (Persatuan para pemuda Kristen 1844), YWCA (persatuan para pemudi Kristen 1854), SCM (gerakan mahasiswa kristen). Yang memiliki pandangan bahwa bukan konfeksi gereja yang penting, tetapi iman murni kepada sang juruselamat. Tugas bersama orang Kristen adalah menginjili.
  4. Dan usaha untuk bekerja sama di bidang pekabaran injil. Dimulai dengan penerjemahan Alkitab. Lembaga Alkitab yang pertama untuk penyebaran Alkitab di lapangan pekabaran injil adalah British and Foreign bible Society, tahun 1804. Juga diadakannya konferensi-konferensi yang menghasilkan pemahaman bahwa dalam pekabaran injil perlu suatu pembagian lapangan pekabaran injil untuk menghindari apa yang disebut “pekabaran injil rangkap”.
    Sejak 1854 diadakan konperensi-konperensi pekabaran injil untuk dunia anglo-Amerika, tahun 1866 untuk daratan Eropa, tahun 1860 di Liverpool dan 1885 di London diadakan Konperensi Pekabaran Injil International. Tahun 1900 di New York diadakan Eucumenical Conference on Foreign Missions, yang diselenggarakan oleh Evangelical Alliance.
    Usaha ini bermuara pada konperensi pekabaran injil sedunia di Edinburgh (14-23 juni 1910), yang dipelopori oleh John Raleigh Mott (1865-1955). Konperensi ini untuk membahas sejumlah persoalan yang timbul di lapangan pekabaran injil. Pokok-pokok yang di bahas:

1) Pekabaran injil di seluruh dunia.

2) Gereja di lapangan pekabaran injil.

3) Pendidikan dan pengkristenan.

4) Berita Kristen dan agama-agama bukan Kristen.

5) Persiapan para pekabar injil.

6) Hubungan dengan pangkal di dalam negeri.

7) Hubungan dengan pemerintah.

8) Kerjasama dan keesaan.

Keputusan ini di kemudian hari ternyata berarti langkah awal di sejarah oikumene, sehingga konperensi pekabaran injil sedunia di Edinburgh 1910 dilihat sebagai saat kelahiran gerakan oikumenis. Walaupun Konperensi Pekabaran Injil Internasional Sedunia di Edinburg bukan yang pertama melainkan yang keempat, namun maknanya jauh lebih besar dari ketiga konperensi yang sebelumnya.

 

2. Akibat Edinburgh (I) : International Missionary Council 1921-1961

Continuation Comite yang terbentuk di  Edinburg 1910 terhambat karena pecahnya Perang Dunia Dunia Pertama (1914-1918). Baru pada tahun 1921 didirikan International Missionary Council (IMC), yang ketuanya John Mott. Setelah Edinburg, berdirilah dewan-dewan semacam itu seperti Dewan-dewan Kristen Nasional ( di India, Korea, Jepang, India dan Tiongkok). Sejak Tahun 1912 mulai diterbitkan International Review of Mission (IRM), majalah untuk pekabaran Injil dan missiologiyang ada sampai sekarang.

Konperensi-konperensi pekabaran Injil yang diadakan sejak Edinburg sampai saat IMC memutuskan untuk menggabungkan diri dengan Dewan Gereja-gereja Sedunia adalah sebagai berikut:

  1. Konperensi di Yerusalem (23 Maret-8 April 1928) yang membicarakan hubungan antara gereja-gereja muda dan tua, hubungan dengan agama-agama lain, sekularisasi serta comprehensive approach to the Jews. Comprehensive approach bertolak dari pendapat bahwa Injil menyangkut seluruh manusia, yaitu jiwanya, hubungannya dengan sesama manusia dan dunia sekitarnya. Oleh sebab itu pekabaran Injil tidak boleh membatasi diri pada pemberitaan orang-perorangan. Pekabaran Injil juga termasuk pekerjaan sosial, medis, pendidikan, singkatnya kegiatan-kegiatan yang mencakup segala bidang kehidupan. Pekabaran Injil adalah pemberitaan kabar syalom yang menyangkut manusia seutuhnya.
  2. Tambaran 12-29 desember 1938, yang memainkan peran penting dalam konperensi ini adalah buku Dr. H. Kraemer, the Christian message in a non-Christian World untuk melawan buku Rethinking Missions (1932) yang membicarakan tentang adanya pengaruh Barth dan demikian pengaruh ini masuk dunia pekabaran Injil international, menolak kolonialisme, memberi perhatian kepada kemandirian gereja-gereja muda, pendidikan untuk
  3. Whitby (kanada) 5-24 juni 1947. Temanya adalah: The Christian Witness in a Revolutionary World (kesaksian Kristen dalam dunia yang revolusioner). Gereja-gereja tua dan muda mulai saling mengakui sebagai “partners in obedience” (mitra dalam ketaatan), yang sama-sama diperhadapkan dengan tugas mengabarkan injil di seluruh dunia. Istilah “partners in obedience” menunjukan bahwa tidak ada perbedaan antara gereja tua dan muda karena keduanya adalah bagian gereja oikumenis, gereja sedunia, yang memiliki tugas yang sama. Keduanya haruslah saling membantu dalam melaksanakan tugas ini. Ini menunjukan bahwa dunia tidak lagi di bagikan dalam lapangan pekabaran Injil.
  4. Willingen (jerman) 5-12 juli 1952, dengan tema “The Missionary Obligation of The Church” (Kewajiban gereja untuk mengabarkan Injil).
  5. Achimota (Ghana, Africa), 28 desember 1957- 8 januari 1958. Yang bertema “The Christian Mission in This Hour” (Misi Kristen pada saat ini). Diputuskan untuk mengintegrasikan IMC dengan DGD.

 

3. Akibat Edinburg (II): Gerakan Faith And Order 1910-1937

Tujuan Faith and Order, yang dirumuskan oleh Brent, adalah mencari jalan menuju keesaan gereja. Untuk mencapai tujuan ini Brent mengusulkan untuk mengadakan suatu konperensi yang mempercakapkan soal-soal iman dan tata gereja  dan melihat bagaimana halangan-halangan untuk keesaan gereja dapat diatasi.

Perkembangan yang terjadi di kalangan gereja-gereja yang bercorak Anglikan. Rumusan dasar keesaan di Anglikan Communion yang dikenal dengan nama Lambeth Quadrilateral mencantumkan empat hal yang menggabungkan gereja-gereja Anglikan yaitu: 1) Alkitab sebagai ukuran iman. 2) Pengakuan iman rasuli dan pengakuan iman nicea-constantinopel. 3) Kedua sakramen, baptisan dan perjamuan kudus. 4) Jabatan uskup yang historis. Penekanan pada keesaan gereja yang kelihatan dan terwujud secara organisatoris merupakan sumbangan Anglican Communion kepada gerakan Faith and Order.

 

4. Akibat Edinburg (III): Gerakan Life And Work 1919-1937; World Alliance 1914-1948

Prasejarah Life and Work terdapat dalam aksi Kristen di bidang sosial pada abad ke-19. Banyak organisasi Kristen melibatkan diri dalam aksi sosial. Maka timbulah kesadaran bahwa dalam menghadapi hal-hal sosial orang-orang Kristen harus bekerjasama. Kerjasama ini di bidang sosial-ekonomi dan bidang perdamaian internasional. Salah seorang pelopor gerakan ini adalah J.H. Wichern (1808-1881). World Aliance adalah salah satu organisasi di bidang ini. Sesudah Perang Dunia Pertama, World Alliance membicarakan pada konperensi-konperensi soal-soal International seperti Liga Bangsa-bangsa, pelucutan senjata, nasionalisme, dan internasionalisme. Usaha-usaha lain yang mereka lakukan adalah:

  1. Memperjuangkan kebebasan beragama.
  2. Melawan halangan-halangan untuk gereja-gereja, sekolah-sekolah dan institut-institut Kristen.
  3. Mencari penyelesaian konflik-konflik gerejani dan politik yang memecahkan gereja;
  4. Memajukan hubungan-hubungan persahabatan internasional antara gereja-gereja dan jemaat-jemaat.
  5. Mencari perdamaian
  6. Mendukung usaha-usaha yang memajukan keadilan dalam hubungan antar bangsa.

 

5. Pembentukan Dewan Gereja-gereja Sedunia

Semangat untuk mendirikan Dewan Gereja-gereja Sedunia telah dikemukakan sejak ahir Perang Dunia pertama. Sejak 1933 organisai-organisasi oikumenis seperti Faith and Order, Life and Work, IMC, World Alliance, WSCF dan YMCA mulai membicarakan hal ini. Rencana untuk mengadakan siding raya DGD yang pertama tahun 1941 digagalkan karena Perang Dunia II (1939-1945). Pengalaman bersama semasa perang menyebabkan gerakan oikumenis semakin maju. Untuk membuka jalan ke siding DGD yang pertama, hubungan antar gereja-gereja Jerman harus dipulihkan kembali.

Sidang DGD pertama diadakan di Amsterdam, 22-23 Agustus 1948, dan pada tanggal 23 the World Council of Churches didirikan secara resmi.

 

6. Sejarah Singkat Dewan Gereja-gereja Sedunia dari Sidang Raya II – VI

Sidang Raya DGD II diadakan di Evanston, 15-31 agustus 1954 dengan tema “Kristus Harapan Dunia”. Ada 6 seksi, yaitu:

  1. Faith and Order (Iman dan Tata Gereja- Keesaan Kita di dalam Kristus dan Perpecahan Kita Sebagai Gereja).
  2. Penginjilan- pekabaran injil gereja kepada orang-orang yang ada di luar kehidupannya,
  3. Masalah-masalah sosial- masyarakat yang bertanggung jawab di dalam perspektif seluruh dunia.
  4. Perkara-perkara internasional-orang-orang Kristen dalam pergumulan terhadap masyarakat dunia.
  5. Hubungan-hubungan antar kelompok-gereja ditengah-tengah ketegangan ras dan suku,
  6. kaum awam- orang Kristen dalam panggilannya.

Sidang Raya DGD III New Delhi (19 nopember-5 desember 1961) dengan tema “Yesus Kristus terang dunia”. Tema ini dibahas dalam 3 seksi, yakni Witness, Service dan Unity. Beberapa peristiwa penting terjadi pada siding raya ini: 1

  1. Penggabungan antara IMC dan DGD yang menunjukan bahwa gereja-gereja barat dan gereja-gereja dari Asia dan Afrika adalah sama penting di gerakan oikumenis.
  2. Gereja-gereja ortodoks Rusia, Rumania, Bulgaria, Polandia menjadi anggota sehingga menjadi lebih nyata bahwa gerakan oikumenis bukan saja hal protestan.
  3. Keanggotaan DGD diperluas kearah dunia ke3 dan kearah kekristenan pentakostal.
  4. Untuk pertama kalinya peninjau-peninjau dari gereja Katolik Roma sebagai hasil sikap lebih terbuka gereja ini.

Sidang raya DGD IV di Uppsala, Swedia 4-20 juli 1968, dengan tema “Lihat, Aku Menjadikan Segala Sesuatu Baru” (Why 21:5). Penekanannya adalah pada pembangunan. Ada 6 seksi:

  1. Roh Kudus dan katolisitas gereja.
  2. Pembaharuan dalam pekabaran Injil.
  3. Ekonomi dunia dan perkembangan masyarakat.
  4. Menuju keadilan dan perdamaian dalam perkara-perkara internasiaonal.
  5. Ibadah.
  6. Menuju gaya hidup baru

Sidang Raya DGD V diadakan di Nairobi, Kenya dari 23 November – 10 Desember 1975. Semula siding ini akan diadakan di Jakarta, namun timbul ketegangan dengan kelompok-kelompok Muslim, dan memuncak pada pembunuhan seorang imam Anglikan. Temanya adalah “Jesus Christ frees and unites” (Yesus Kristus membebaskan dan mempersatukan). Ada enam seksi yaitu:

  1. Mengaku Kristus dewasa ini.
  2. Apa yang dibutuhkan untuk keesaan.
  3. Mencari persekutuan (dialog antara kepercayaan-kepercayaan, kebudayaan-kebudayaan dan ideologi-ideologi).
  4. Pendidikan untuk pembebasan dan persekutuan).
  5. Struktur-struktur ketidakadilan dan perjuangan untuk pembebasan.
  6. Kekuasaan, teknologi, kuallitas hidup.

Sidang  Raya DGD VI diadakan di Vancouver, Kanada, 24 Juli-10 Agustus 1983. Yang hadir sekitar 3000 peserta, dari 314 gereja. Temanya “Yesus Kristus, Kehidupan Dunia”.

 

7. Sejarah Singkat Faith and Order, Life and Work dan International, Missionary Council sebagai bagian DGD

Sejak 1971 pekerjaan DGD bagi dalam tiga “Programme Unit”:

  1. Programme  Unit I membahas Faith and Witness (Iman dan Kesaksian). Faith and Order adalah salah satu komisi dalam unit ini, bersama dengan bekas IMC. Commission in World Mission and Evangelism, bagian dialog, Dialogue with People of Living Mission and Ideologies (dialog dengan orang-rang yang menganut kepercayaan-kepercayaan dan ideology-ideologi yang hidup.
  2. Programme Unit II bagian praktis bekas Life and Work, Justice and Service (keadaan dan Pelayanan) dengan nama Commission on Inter-Church Aid dll.
  3. Programme Unit IIIadalah Education and Renewal (pendidikan dan Pembaharuan), dengan panitia-panitia untuk Education, Women in Church and Society (wanita dalam gereja dan masyarakat dll.
    Konperensi di Lund dibawah pimpinanan uskup agung Swedia, Brilioth, mencoba melangkah lebih jauh dari konperensi-konperensi sebelumnya, yang menyibukan diri dengan menginventariskan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan antara gereja-gereja dibidang iman dan tata gereja. Semua gereja mendasarkan diri pada  Yesus Kristus.
    Keesaan gereja tidak hanya boleh merupakan urusan antar gereja , tetapi juga menyangkut kehadiran gereja di dunia, maka diberi tugas untuk mengadakan penelitian tentang “Ciptaan, Ciptaan Baru dan Keesaan Gereja.
    Pada konperensi  studi di Leuven (leuven, Belgia), 1971, unsure lain dari keesaan gereja ditonjolkan. Keesaan gereja adalah contoh keesaan kaum manusia yang sangat dirindukan dalam dunia yang terpecah belah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KARAKTER SORANG HAMBA TUHAN

NATUR GEREJA