MENGAMPUNI
MENGAMPUNI
PENDAHULUAN
A. Dosa
Kita adalah manusia yang selama
hidup di dunia ini tidak akan pernah lepas dari melakukan kesalahan.
Kesalahan-kesalahan yang kita lakukan itu terjadi akibat dosa (Kej 3:1-24) yang
telah dilakukan oleh manusia pertama. Dosa sudah ada di alam semesta sebelum
Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Ini terbukti dari hadirnya penggoda itu di
Taman Eden dengan kata-kata godaannya. Tapi Alkitab tidak memberikan keterangan
tentang kejatuhan Iblis dan malaikat-malaikatnya ke dalam dosa, kecuali asal
mula dosa dalam kaitannya dengan manusia. Dosa itu merupakan suatu
pemberontakan terhadap Allah.
B. Akibat-akibat dosa
Dosa mengakibatkan rusaknya hubungan
antara manusia dengan Allah dan manusia dengan sesamanya. Dosa Adam dan Hawa bukanlah
peristiwa yang berdiri sendiri tanpa kaitan. Akibat-akibatnya terhadap mereka,
terhadap keturunannya dan terhadap dunia segera kelihatan.
- Sikap manusia terhadap AllahPerubahan sikap Adam dan Hawa terhadap Allah menunjukkan pemberontakan yg terjadi dalam hati mereka. ‘Bersembunyilah manusia dan istrinya itu terhadap Allah Yahweh di antara pohon-pohonan dalam taman (Kej 3:8), dan ‘ditutupilah dirinya dengan cawat (Kej 3:7). Padahal manusia diciptakan untuk hidup di hadapan Allah dan dalam persekutuan dengan Dia. Tapi sekarang setelah mereka jatuh ke dalam dosa mereka gentar berjumpa dengan Allah (Yoh 3:20). Rasa malu dan ketakutan yang sekarang merajai hati mereka menunjukkan bahwa perpecahan sudah terjadi.
- Sikap Allah terhadap manusiaPerubahan tidak hanya terjadi pada sikap manusia terhadap Allah, tapi juga pada sikap Allah terhadap manusia. Hajaran, hukuman, kutukan dan pengusiran dari Taman Eden, semuanya ini menandakan perubahan itu. Dosa timbul pada satu pihak, tapi akibat-akibatnya melibatkan kedua pihak. Dosa menimbulkan amarah dan kegusaran Allah, dan memang harus demikian sebab dosa bertentangan mutlak dengan hakikat Allah. Mustahil Allah masa bodoh terhadap dosa, karena mustahil pula Allah menyangkali diriNya sendiri.
- Akibat-akibatnya terhadap umat manusiaSejarah umat manusia berikutnya melengkapi daftar kejahatan (Kej 4:8,19,23,24; 6:2,3,5). Dan timbunan kejahatan yg merajalela itu mencapai kesudahannya dalam pemusnahan umat manusia, kecuali 8 orang (Kej 6:7,13; 7:21-24). Kejatuhan ke dalam dosa berakibat tetap dan menyeluruh, tidak hanya menimpa Adam dan Hawa, tapi juga menimpa segenap keturunan mereka; dalam ihwal dosa dan kejahatan terkandung solidaritas insani, yakni sama-sama langsung terhisab dalam perbuatan dosa itu dan menanggung segala akibatnya.
- Akibat-akibatnya terhadap alam semestaAkibat-akibat dari kejatuhan ke dalam dosa meluas sampai ke alam semesta. ‘Terkutuklah tanah ini karena engkau (Kej 3:17 dan Rom 8:20). Manusia adalah mahkota seluruh ciptaan, dijadikan menurut gambar Allah, dan karena itu merupakan wakil Allah (Kej 1:26). Bencana kejatuhan manusia ke dalam dosa mendatangkan bencana laknat atas alam semesta, yang tadinya atasnya manusia telah dikaruniai kuasa. Dosa adalah peristiwa dalam kawasan rohani manusia, tapi akibatnya menimpa seluruh alam semesta.
- Munculnya mautMaut adalah rangkuman dari hukuman atas dosa. Inilah peringatan yg bertalian dengan larangan di Taman Eden (Kej 2:17), dan merupakan pengejawantahan langsung kutuk ilahi atas orang berdosa (Kej 3:19). Maut sebagai gejala alamiah, ialah porandanya unsur-unsur kedirian manusia yang pada asalinya adalah utuh dan padu sejalin. Keporandaan ini melukiskan hakikat maut, yaitu keterpisahan, dan hal ini terungkap sejelas-jelasnya dalam terpisahnya manusia dari Allah, yang nyata pada pengusiran manusia dari Taman Eden. Oleh karena dosa, manusia gentar menghadapi kematian (Luk 12:5 dan Ibr 2:15).
C. Dosa ditanggungkan pada segenap
umat manusia
Dosa pertama, yaitu dosa Adam,
mempunyai makna dan dampak khas bagi seluruh umat manusia. Rom 5:12,14-19 dan
1Kor 15:22 memberi penekanan pada pelanggaran yang satu itu oleh manusia yang
satu itu, dan hanya karena pelanggaran yang satu itulah dosa, hukuman dan maut
berkuasa dan menimpa segenap umat manusia. Dosa itu disebut seperti yang telah
dibuat oleh Adam, pelanggaran satu orang, satu pelanggaran, ketidaktaatan satu
orang (Rom 5:14). Pasti yang dimaksudkan ialah pelanggaran pertama dari Adam.
Jadi anak kalimat dalam Rom 5:12 karena semua orang telah berbuat dosa, menunjuk
kepada dosa-dosa segenap umat manusia terhisab di dalam dosa Adam. Itu tidak
menunjuk kepada dosa-dosa nyata segenap umat manusia, apalagi kepada kebusukan
hati yang diwarisi manusia. Lagipula anak kalimat dari ayat Rom 5:12 tadi jelas
menyatakan bagaimana semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut (Rom 5:15),
dan dalam ayat-ayat berikutnya ditekankan pelanggaran yang satu itu .
Jika bukan dosa yang satu itu yang
dimaksudkan, maka Paulus telah menandaskan dua hal yang berlainan dengan
mengaitkannya pada pokok yang sama dalam konteks naskah yang sama. Justru
satu-satunya keterangan terhadap kedua bentuk pernyataan ini, ialah semua orang
terhisab dalam dosa Adam. Kesimpulan itu juga yang harus diambil dari 1Kor
15:22 di dalam Adam semua orang mati. Maut ialah upah dosa, dan melulu akibat dosa
(Rom 6:23). Karena semua mati di dalam Adam, maka penyebabnya adalah karena
semua berdosa di dalam Adam.
Menurut Alkitab, jenis solidaritas
pada keterhisaban dengan Adam, yang menerangkan segenap umat manusia terhisab
dalam dosa Adam, sama dengan jenis solidaritas dengan Kristus, yakni terhisab
dalam karya penyelamatan Kristus bagi semua orang yang dipersatukan dengan Dia.
Gambaran kesejajaran Adam dengan Kristus dalam Rom 5:12-19 dan 1Kor 15:22,45-49
menjelaskan jenis hubungan yg sama antara kedua Tokoh itu dengan manusia. Kita
tidak perlu mendalilkan sesuatu kenyataan dalam hal Adam dan umat manusia
melebihi apa yang kita jumpai dalam hal Kristus dan umat-Nya. Kristus adalah
Kepala yang mewakili umat-Nya. Kekepalaan demikianlah yang mutlak mendasari
solidaritas segenap umat manusia dalam keterhisabannya berdosa dalam dosa Adam.
Menolak ajaran ini bukan hanya
berarti tidak mau menerima kesaksian ps-ps yg berkaitan dengannya, tapi juga
berarti tidak menghargai hubungan erat antara asas yang menguasai hubungan
manusia dengan Adam dan asas yang menguasai tindakan penyelamatan Allah.
Kesejajaran Adam sebagai manusia pertama dengan Kristus sebagai Adam terakhir,
menunjukkan bahwa asas yang berlaku dan mendasari tercapainya keselamatan dalam
Kristus, adalah sama dengan asas yang berlaku yang menghisabkan manusia berdosa
dan pewaris kerajaan maut.
Sejarah umat manusia dapat
diterangkan sebagai dua sisi yang bertentangan yaitu: 1. dosa kutuk maut dan 2.
keadilbenaran pembenaran hidup. Yang pertama timbul dari kesatuan manusia
dengan Adam, yang kedua dari kesatuan dengan Kristus. Hanya kedua inilah sarana
yang ada, yang di dalamnya manusia hidup dan bergerak. Pemerintahan Allah
terhadap manusia ditata sesuai bentuk kedua sisi itu. Jika kita mengabaikan
Adam maka kita tak akan mengerti Kristus dengan sesungguhnya. Semua yang mati, mati
di dalam Adam; semua yang dihidupkan di dalam Kristus.
D. Penebusan
Ketika manusia pertama jatuh dalam
dosa, Allah merancangkan suatu karya penyelamatan untuk umat manusia (Kej 3:15).
Tujuan penyelamatan ini adalah memulihkan atau mengembalikan hubungan antara
Allah dengan manusia seperti awal penciptaan, di mana hubungan yang begitu erat
antara Allah dengan manusia. Allah menjadi aktor dibalik penyelamatan itu, artinya Allah sendiri yang akan
melakukan misi penyelamatan. Dalam kitab-kitab PL banyak terdapat
nubuatan-nubuatan tentang misi penyelamatan yang akan dilakukan oleh Allah.
Nubuatan-nubuatan itu solah-olah Allah sedang mengingatkan kepada umat manusia
bahwa itu adalah sesuatu janji Allah yang pasti akan digenapi oleh-Nya.
Allah
mengilhami banyak nabi Alkitab untuk memberikan perincian tentang kelahiran,
pelayanan, dan kematian Penyelamat yang dijanjikan ini. Semua nubuat Alkitab
itu digenapi dalam diri Yesus Kristus.[1] Nubuat-nubuat itu luar
biasa saksama dan terperinci. Misi
penyelamatan yang dilakukan oleh Allah seperti yang di nubuatkan dalam PL oleh
para nabi-nabi atau tokoh-tokoh dalam PL dinamakan sebagai Mesias.
Istilah khas PB untuk penebusan
ialah apolutrosis, suatu kata yang jarang muncul di lain tempat. Kata itu
muncul 10 kali dalam PB, tapi hanya 8 kali dalam semua kepustakaan Yunani
selebihnya. Ini mungkin menyatakan keyakinan orang Kristen purba, bahwa
penebusan yang dikerjakan dalam Kristus adalah unik. Tapi itu tidak berarti
sebagaimana orang berpikir, bahwa mereka mengerti penebusan hanyalah sebagai
‘pembebasan’. Untuk itu mereka menggunakan kata rhuomai, membebaskan.
apolutrosis berarti pembebasan berdasarkan pembayaran harga tunai dan tuntas,
dan harga itu adalah kematian Juruselamat sebagai tebusan. Ungkapan penebusan
oleh darahNya (Ef 1:7) menjelaskan bahwa darah Kristus dipandang sebagai harga
tebusan. Halnya sama dengan Rom 3:24 dan oleh kasih karunia telah dibenarkan
dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus telah
ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya.
Dalam
kutipan di atas Paulus menggunakan tiga metafora, yaitu metafora dari dunia
pengadilan, dari dunia korban-korban, dan dari dunia perbudakan. Baiklah kita
memusatkan perhatian pada yang terakhir. Paulus membayangkan suatu proses
pembebasan, tapi dengan pembayaran suatu harga, yaitu darah Kristus. Dalam Ibr
9:15 penebusan juga dihubungkan dengan kematian Kristus. Kadang-kadang kita
bertemu dengan penyebutan harta, tapi itu bukan penebusan, seperti dalam
acuan-acuan tentang kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar (1Kor
6:19 dan 1Kor 7:22). Ide dasarnya adalah sama. Kristus membeli manusia dengan
mengorbankan darahNya. Dalam Gal 3:13 harga tebusan itu dirumuskan sebagai,
menjadi kutuk karena kita. Kristus menebus kita dengan menempati tempat kita,
dengan memikul kutuk kita. Hal ini mengacu kepada ide tentang penggantian dalam
penebusan, ide yang kadang-kadang memperoleh tekanan seperti dalam Mar 10:45
(tebusan bagi banyak orang).
Penebusan
tidak hanya menengok ke belakang ke Golgota. Penebusan memandang ke depan ke
kemerdekaan yang di dalamnya si tertebus berada. Kamu telah dibeli, dan harganya
telah lunas dibayar, jadi Paulus dapat berkata, karena itu muliakanlah Allah
dengan tubuhmu (1Kor 6:20). Justru karena mereka telah ditebus dengan harga yang
demikian itu, maka orang percaya harus menjadi milik Allah. Mereka harus
memperlihatkan dalam hidup mereka, bahwa mereka tidak lagi tertawan di dalam
perbudakan dari mana mereka telah dilepaskan. Mereka dinasihati supaya berdiri
teguh di dalam kemerdekaan yang dengannya Kristus telah memerdekakan kita (Gal
5:1).
MENGAMPUNI
Mengampuni berasal dari kata dasar “ampun”. Dalam KBBI (Kamus Besar
Bahasa Indonesia) mengampuni/meng·am·puni/
v memberi ampun; memaafkan[2].
Kata “mengampuni” didalam bahasa
Yunani adalah “APHIEMI”, yang artinya “menyuruh pergi”, “membiarkan pergi”,
“melepaskan”, “meninggalkan”, “menghapuskan”. Kata ini di dalam Alkitab ditulis
sebanyak 143 kali, artinya mengampuni adalah sesuatu yang amat sangat penting
dan hal itulah yang Tuhan Yesus selalu inginkan terjadi didalam hidup kita.
Mengampuni adalah tindakan memaafkan
orang yang bersalah. Yesus menggunakan perbandingan ini sewaktu mengajar
pengikutnya untuk berdoa, ”Ampunilah kami atas dosa-dosa kami, karena kami
sendiri juga mengampuni setiap orang yang berdosa, yang disamakan dengan orang
yang berutang kepada kami.” (Lukas 11:4) Sewaktu menggunakan
perumpamaan tentang budak yang kejam, Yesus juga menyamakan mengampuni seperti
menganggap lunas utang seseorang (Matius 18:23-35).
Dalam Perjanjian Lama, setelah imam
besar meletakkan tangannya pada kepala seekor kambing dan mengakui dosa bangsanya,
berarti ia telah memindahkan dosa-dosa mereka pada kambing tersebut. Lalu ia
“membiarkan kambing itu pergi”. Kambing itu dibawa ke padang gurun. Dosa bangsa
itu telah disuruh pergi: “Demikianlah kambing jantan itu harus mengangkut
segala kesalahan Israel ke tanah tandus, dan kambing itu harus dilepaskan
dipadang gurun” (Im 16:22). Hal ini menggambarkan bagaimana Tuhan Yesus
menanggung dosa kita dan membawanya pergi. Ketika Yesus muncul, sementara
Yohanes Pembaptis sedang membaptis orang di Sungai Yordan, Yohanes berkata,
“Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia,” (Yoh 1:29). Ia tidak
berkata, “Yang menghapus orang berdosa dari dunia”. Mengapa? karena Tuhan Yesus
tidak menghancurkan orang berdosa, tetapi dosanya yang dihancurkan. Ia tidak
meniadakan si pelanggar, melainkan pelanggarannya. Allah bisa saja melenyapkan
manusia berdosa dengan hanya satu sambaran petir saja, tetapi untuk melenyapkan
dosa Ia harus mencurahkan darah-Nya di atas kayu salib. Untuk menciptakan
dunia, Ia hanya mengucapkan satu patah kata; tetapi untuk menyelamatkan dunia,
Ia harus menyalibkan anak-Nya sendiri. Yohanes tahu bahwa satu hari nanti dosa
dunia akan ditempatkan pada kepala Anak Domba sejati dan Ia akan menanggungnya.
Dengan demikian kita berdiri dengan tangan kita pada kepala Tuhan Yesus; Ia
mengambil tempat kita. Kita datang pada salib dan menyadari bahwa Ia terluka
oleh pelanggaran kita dan memar oleh kesalahan kita. Bagi kita, mengampuni
seseorang adalah mengusir dendam, menghilangkan keinginan kita untuk membalas
dendam. Ada suatu perbedaan penting antara pengampunan kita dengan pengampunan
Tuhan Yesus. Jika Tuhan Yesus mengampuni, artinya Ia menghapus segala
kesalahan. Hanya Tuhan yang dapat melakukan hal ini. Pengampunan kita tidak
menghapus kesalahan, tetapi membuka pintu untuk pemulihan persekutuan dan
menghilangkan tembok yang menghalangi pendamaian. Jadi, pengampunan adalah
prasyarat pendamaian.
Mengampuni
orang lain berarti kita tidak kesal lagi kepadanya dan tidak meminta ganti rugi
atas kesalahannya. Alkitab mengajarkan bahwa kita harus benar-benar menyayangi
seseorang agar bisa mengampuninya, karena kasih ”tidak mencatat kerugian”(1 Korintus 13:4, 5).
Mengapa kita harus mengampuni?
1.
Pengampunan adalah suatu keharusan
Pengampunan bukanlah suatu
perleng-kapan tambahan dalam kehidupan Kristen. Kita tidak mempunyai pilihan
lain selain mengampuni, apakah kita menyukainya atau tidak. Pengampunan
bukanlah suatu emosi; melainkan suatu keputusan. Orang yang diampuni (oleh
Yesus) harus mengampuni (sesama).
2.
Pengampunan adalah anugrah
Pengampunan adalah anugrah, sebab
pengampunan yang diberikan oleh Tuhan Yesus bukan membuat kita merasa lebih
baik atau menolong kita untuk dapat meraih kedamaian dan ketenangan batin,
tetapi karena Tuhan dalam kemurahan-Nya telah mengampuni kita terlebih dahulu.
3.Pengampunan
adalah tindakan anugrah dan bukan hukum
Dengan kata lain, pengampunan tidak
terbatas. Bagi Petrus “tujuh kali”, kata Yesus “tujuh puluh kali tujuh kali”
490 kali. Artinya pengampunan adalah suatu tindakan berkali-kali atau sesering
mungkin. “Sesering mungkin” dalam mengampuni adalah cerminan karakter Kristus. “Sesering
mungkin” akan memelihara persekutuan.
Pengampunan melebihi sebuah
tindakan. Pengampunan adalah cara hidup. Tuhan member pengampunan, dan masih
tetap melakukannya, sehingga ada komunikasi antara Tuhan dan manusia, antara
manusia dan manusia, dan dengan segenap ciptaan Harga suatu pengampunan
tidaklah murah, juga tidak mudah. Di Taman Getsemani, Yesus berkata kepada
murid-murid-Nya, “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya” (Mat 26:38).
Lalu Ia berdoa, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu
dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti Kukehendaki, melainkan seperti yang
Engkau kehendaki” (Mat 26:39). Saat Yesus melihat ke dalam cawan itu, Ia
terpukul, karena cawan itu berisi segala sesuatu yang buruk dari umat manusia,
baik dari masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Tentu saja Ia segan
minum dari cawan tersebut. Bila kita mengingat segala pengkhianatan yang pernah
dilakukan oleh sahabat dekat kita dahulu artinya kita sedang melihat cawan yang
ada dihadapan kita. Betapa pahitnya cawan ini !! Tuhan Yesus yang tidak
mengenal dosa menjadi dosa itu sendiri, dan Ia yang memiliki persekutuan yang
indah dengan Bapa-Nya sejak kekekalan akan menjerit dalam beberapa jam, “Allah-
Ku,Allah-Ku mengapa Engkau meninggal-kan Aku ?” (Mat 27:46). Tetapi puji Tuhan,
Ia juga berdoa, “Ya Bapa-Ku, jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali
apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu !” (Mat 26:42).
Cawan yang berisi segala kepahitan,
dendam dan sakit hati dalam hidup kita, harus kita “minum” artinya kita hadapi
dengan segala pengampunan atas orang yang telah mengkhianati kita. Kita ingat,
pada waktu Tuhan Yesus di atas kayu salib, Ia memulai suatu ucapan doa, “Ya
Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk
23:34) dan Tuhan Yesus menutup dengan ucapan: “Sudah selesai”. (Yoh 19:30).
Ketika kita mulai untuk mau mengampuni orang yang pernah mengkhianati kita,
maka tangan Allah akan turut bekerja atas perkara kita dan pendamaian pun
terjadi, mujizat terjadi, segala perkara Tuhan katakan “sudah selesai”.
Mengampuni tidak berarti
- Menyetujui perbuatan salah.
Malah, Alkitab sangat tidak setuju
dengan orang yang menganggap perbuatan buruk itu sebagai hal yang sepele atau
tidak salah (Yesaya 5:20).
- Menganggap kesalahan itu tidak pernah terjadi.
Allah memang mengampuni dosa besar
Raja Daud, tapi Dia tidak menganggap kesalahan itu tidak ada. Jadi, Daud harus
tetap menanggung akibat dosanya. Allah bahkan membiarkan dosa-dosanya dicatat
dalam Alkitab supaya kita bisa belajar darinya (2 Samuel 12:9-13).
- Membiarkan orang lain memanfaatkan kita.
Misalnya, kita meminjamkan uang
kepada seseorang. Tapi dia menyalahgunakannya dan tidak bisa membayarnya
kembali. Dia sangat menyesal dan meminta maaf kepada kita. Kita bisa mengampuninya
dengan tidak lagi merasa kesal dan tidak mengungkit-ungkit masalah itu lagi.
Bahkan, kita bisa menganggap lunas utangnya. Meski begitu, kita juga bisa
memilih untuk tidak lagi meminjamkan uang kepadanya. (Mazmur 37:21; Amsal 14:15; 22:3; Galatia 6:7).
- Asal memaafkan.
Allah tidak mengampuni orang yang
sengaja melakukan kesalahan lalu tidak mau mengakui kesalahannya, tidak
bertobat, dan tidak meminta maaf kepada orang yang disakitinya. (Amsal 28:13; Kisah 26:20; Ibrani 10:26) Orang yang tidak mau
bertobat adalah musuh Allah. Dan Allah tidak mengharuskan kita untuk memaafkan
orang seperti itu ( Mazmur 139:21, 22).
Bagaimana
jika seseorang sangat menyakiti kita dan tidak mau meminta maaf atau bahkan
mengakui kesalahannya? Alkitab menasihati, ”Jauhilah kemarahan dan tinggalkan
kemurkaan.” (Mazmur 37:8)
Meskipun kita tidak suka dengan perbuatannya, jangan sampai kita meledak dalam kemarahan. Yakinlah Allah akan
membalasnya. (Ibrani 10:30, 31) Kita juga tidak
perlu khawatir karena di masa depan Allah akan menghapus rasa sakit hati yang
mungkin masih kita rasakan sekarang (Yesaya 65:17; Penyingkapan 21:4).
- ”Memaafkan” setiap hal kecil yang mungkin menyinggung perasaan kita.
Daripada memaafkan orang yang kita
pikir bersalah terhadap kita, kadang lebih baik kita mengakui bahwa mungkin
kita yang terlalu cepat tersinggung. Alkitab berkata, ”Janganlah rohmu cepat
tersinggung, karena perasaan tersinggung menetap dalam dada orang-orang bebal.”
( Pengkhotbah 7:9).
Cara mengampuni
- Pikirkan apa artinya mengampuni.
Kalau kita mengampuni, bukan berarti
kita menyetujui perbuatan salah atau menganggapnya tidak pernah terjadi. Kita
hanya tidak mau mengingat-ingatnya lagi.
- Pikirkan manfaat mengampuni.
Kalau kita tidak memendam kemarahan
dan kekesalan, kita bisa tetap tenang, lebih sehat, dan lebih bahagia. (Amsal 14:30; Matius 5:9) Dan yang lebih
penting, kalau kita mengampuni orang lain, Allah juga akan mengampuni kita (Matius 6:14, 15).
- Miliki sikap seperasaan.
Tidak ada orang yang sempurna. (Yakobus 3:2) Sewaktu kita membuat
kesalahan dan orang lain mengampuni kita, kita pasti merasa lega. Jadi, kita
juga seharusnya mau mengampuni orang lain (Matius 7:12).
- Bersikap masuk akal.
Kalau ada hal kecil yang membuat
kita tersinggung, kita bisa mengikuti nasihat Alkitab, ”Teruslah bersabar
seorang terhadap yang lain.” (Kolose 3:13).[3]
- Cepat bertindak.
Ampunilah orang lain secepatnya
sebelum kemarahan kita bertambah besar (Efesus 4:26, 27).
PENGALAMANKU DALAM MENGAMPUNI
Dari apa yang sudah dipaparkan di
atas, maka saya akan bersaksi tentang kehidupanku dalam hal mengampuni.
Latar belakang kehidupan
Saya sebagai penulis dari makalah
ini adalah seorang yang bersal dari latar belakang keluarga yang berantakan
atau lebih dikenal dengan broken home.
Ketika saya kecil, mama saya meninggalkan saya untuk selamanya. saya tidak tahu
dengan pasti saya berumur berapa ketika mama meninggal dunia tetapi saya masih
ingat ketika mama meninggal di depan mata saya. Sejak saya lahir hingga sampai
hari ini saya belum ketemu dengan bapak kandung saya. saya merupakan anak
tunggal dari mama saya, sehingga saya hidup seorang diri di dunia ini dalam
menjalani kehidupan tanpa keluarga inti.
Mama saya memiliki empat orang
saudara kandung. Ketika mama meninggal, saya tinggal dengan om saya, walaupun
masih saudara, saya tetap diperlakukan seperti bukan saudara oleh istri om saya
dengan menjadikan saya seperti pembantu di rumah. Setelah itu tinggal dengan
nenek saya dan bebrapa orang lainnya, dengan kata lain saya hidup dari satu
tangan ke tangan lainnya dengan pola didikan yang berbebeda pula tetapi di
dalamnya mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan buat saya.
Ke Jakarta
Suatu hari saya berangkat ke Jakarta
dan singkat cerita saya di angkat jadi anak oleh sebuah keluarga. Keluarga ini
sudah memilki lima orang anak dan ditambah denga saya jadi enam orang.
Walaupun, ibu angkat saya seorang hamab Tuhan, tetap memilki sedikit didikan
yang hampir sama dengan sebelum-sebelumnya. Tetapi lewat keluarga baru saya
inilah, saya diajari tentang Tuhan, berdoa dan baca Alkitab serta saya dibawa
ke persekutuan-persekutuan doa, komsel dan kegiatan rohani lainnya, walaupun
saya pada waktu itu masih kelas satu SMP (Sekolah Menegah Pertama).
Perjumpaan pribadi dengan Yesus
Beberapa bulan kemudian atau hampir
setahun, saya mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus yang saya baca di
Alkitab, yang saya dengar lewat khotbah pendeta dan kesaksian dari beberapa
orang di persektuan-persekutuan rohani yang saya ikuti. Waktu itu di acara natal
gerejalah Tuhan memeperkenalkan diri-Nya kepada saya. Seperti aliran listrik
menyembar tangan saya ketika saya dalam posisi berdiri dan meneymbah Tuhan.
Dari peristiwa itu, saya mengalami sesuatu yang tidak biasa yaitu dari hari ke
hari ada rasa haus yang luar biasa akan Tuhan dan ingin lebih dekat lagi dengan
Tuhan dan itulah dinamakan dengan cinta mula-mula. Keadaan tersebut berlangsung
sampai saya kelas tiga SMP.
Kekecewaan
Di kelas tiga SMP, saya mengalami
sesuatu yang membuat saya berubah 180 derajat terhadap diri saya, masa lalu
saya, orang-orang yang pernah ataupun yang sedang hidup bersama dengan saya pada
waktu itu dan juga Tuhan. Ketika saya melihat teman-teman saya datang dengan
orang tua lengkap mereka ke sekolah saat pengambilan rapor dan itu membuat saya
melihat diri saya berbeda dengan mereka, sehingga saya begitu cemburu dan iri
hati. Keadaan tersebut membuat saya bertanya kepada Tuhan, kenapa saya tidak
seperti mereka?, kenapa saya terlahir seperti ini?, kenapa Tuhan membiarkan
mama meninggal sehingga saya hidup seorang diri di dunia ini tanpa keluarga
seperti dambaan banyak anak di dunia ini?, dan banyak lagi pertanyaan yang
lain. Saat itu saya kecewa kepada Tuhan, orang-orang yang hidup di masa lalu
saya yang memeperlakukan saya tidak semestinya dan bahkan saya menolak diri
saya sendiri.
Dampak dari kekecewaan
Dari peristiwa itu, saya menjadi
orang yang penuh dengan dendam akan bapak kandung saya dan ingin mencarinya
untuk membunuhnya, saya tidak pernah lagi berdoa dan baca Alkitab, tidak pernah
ke gereja lagi dan dalam setahun hanya dua kali ke gereja yaitu paskah dan
natal. Saya hidup dalam pergaulan bebas, perokok berat, minuman keras, pemakai
obat terlarang dan sering nonton film pornogarafi, hal itu saya lakukan untuk
menghancurkan hidup saya sendiri, bahkan beberapa kali saya mencoba untuk bunuh
diri. Keadaan itu berlangsung hingga saya lulus SMA (Sekolah Menegah Atas).
Pemulihan
Beberapa tahun setelah saya
lulus SMA, Tuhan berbisik dengan lembut
dalam hati saya dan membuat kekerasan hati saya selama bertahun-tahun menjdi
lunak seketika. Tuhan menyuruhku untuk merenungkan hidup saya dari saya lahir
hingga sampai saya bisa ke Jakarta. Dalam perenungan itu, saya menyadari bahwa
semua yang terjadi dalam hidup saya, semuanya Tuhan sudah rencanakan dan
memilki tujuan, seandainya saja saya ketemu dengan ayah kandung saya, berarti
saya tidak akan pernah ke Jakarta dan bahkan lebih dari pada itu saya tidak
akan pernah mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan yang hidup yaitu Yesus Kristus.
Sejak saat saya menyadari hal itu, maka saya berdoa minta ampun kepada Tuhan
dan saya mengampuni ayah kandung saya dan semua orang yang pernaah berbuat
salah terhadap saya. Saat itu saya mengampuni dengan ketulusan hati dan dengan
penuh penyesalan.
Sejak peristiwa yang menakjubkan
itu, saya menjalani hidup dengan tanpa beban dan menjadi orang merdeka
seutuhnya dengan berdamai dengan masa lalu. Beberapa waktu kemudian, saya
dibawa Tuhan dari pelayanan yang satu kepada pelayanan yang lain dan berbagai
seminar rohani yang membuat hidup saya semakin menjadi orang yang dipulihkan
Tuhan. Selain itu, saya membagikan kisah hidup saya kepada banyak orang dengan
bersaksi dan tidak sedikit orang yang terberkati.
Seminar Pria Sejati
Tuhan membawa saya untuk ikut
seminar “Pria Sejati”. Pada mulanya seminar ini diperuntukan untuk hamba-hamba Tuhan
yang sudah menikah khususnya untuk pria, tetapi oleh anugerah Tuhan saya bisa
ikut seminar ini walaupun belum menikah. Selain saya, ada beberapa anak muda
juga yang ikut walaupun belum menikah. Diseminar ini, membahas tentang gambar
diri yang rusak, pengampuanan dari kekecewaan, sakit hati, dendam yang berakibat
kepada kehidupan keluarga yang rusak dekarenakan seorang suami sekaligus
seorang ayah tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga istri dan anak
menjadi korban atau dengan kata lain istri memilki hubungan dengan pria lain
dan anak menjadi anak yang liar. Tidak sedikit hamba Tuhan yang ikut seminar
ini, hidupnya di belakang layar jatuh dalam perselingkuhan, seks bebas, nonton
film porno, masturbasi. Hal itu terjadi karena belum berdamai dengan masa lalu
pahit.
Lewat seminar ini, saya menjadi
mengerti akan kehidupan saya dan meminta kekuatan Tuhan untuk saya bisa
berdamai dengan masa lalu. Saya belajar banyak dan mengerti bagaimana menjadi
seorang pria ketika sudah menikah yaitu menjadi seorang suami sekaligus menjadi
seorang ayah. Saya mengampuni ayah kandung saya dan ingin bertemu dengannya
untuk damat mengadakan pendamain secara langsung sehingga kutuk-kutuk keturunan
di patahkan.
Lingkungan sekolah teologi
Beberapa tahun kemudian, saya
mendapakan peneguhan dari Tuhan untuk masuk sekolah teologi untuk dapat
diperlengkapi lagi ketika terjun dalam dunia pelayanan. Tahun 2014, saya masuk
Sekolah Tinggi Teologia Sangkakala di kota Salatiga Jawa Tengah. Awalnya saya
berpikir jika semua orang yang sekolah di teologi itu orangnya baik-baik,
tetapi ternyata jauh dari dugaan saya. Beberapa orang sikap dan perilakunya
membuat saya sering kali emosi dan naik darah sehingga saya lebih memilih untuk
berteman atau tidak bergaul dengan mereka. Tidak hanya mahasiswa tetapi juga
ada beberapa staf yang saya tidak sukai.
Dari hal itu, beberapa waktu
kemudian, saya menjadi belajar bahwa ternyata itu adalah sebuah proses yang
harus dilalui dan saya harus menang dengan hal itu, karena itulah yang Tuhan
mau sehingga saya berada di sini. Bukan sesuatu hal yang mudah bagi saya untuk
bisa menerima semua orang di tempat ini, tetapi justru di sinilah pembentukan
karakter saya yang sesungguhnya terjadi. Pada akhirnya, saya menerima semua
teman-teman saya dari tingkat awal samapai tingkat akhir dan memehami bahwa
mereka adalah orang-orang yang luar biasa yang sudah di panggil oleh Tuhan
untuk melakukan tugas mulia-Nya Tuhan.
Saya berdoa dan mengampuni seorang
demi seorang yang sudah membuat saya kecewa dan pahit hati dan menerima mereka
sebagaimana keadaan mereka. Saya mengerti itu adalah anugerah yang Tuhan
kerjakan dalam hidup saya bukan karena kekuatan saya. Sekarang semua orang yang
berada di lingkungan teologi ini saya menganggap mereka sebagai saudara dan
keluarga saya.
Kini saya menjadi seorang pemenang
dalam hal mengampuni walaupun masih banyak hal lagi dalam hidup saya yang akan
terus di proses oleh Tuhan dalam hal mengampuni sampai saya menjadi orang yang
benar-benar merdeka. Menjadi orang merdeka sepenuhnya merupakan sesuatu yang
sangat penting buat saya, karena saya akan menjadi seorang hamba Tuhan yang
akan menjadi teladan dan menjadi berkat bagi banyak orang.
Kesimpulan
Dalam Kol 3:13, “Sabarlah kamu
seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang
seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni
kamu, kamu perbuat jugalah demikian.” Mengampuni adalah awal dari pemulihan dan
ketika pemulihan itu terjadi maka kemerdekaan sejati di dalam Yesus akan kita
terima. Mengampuni berarti menjadikan diri kita sehat secara roh, tubuh dan
jasmani serta damai sejahtera tinggal dalam hati kita.
Komentar
Posting Komentar