MENGAMPUNI


MENGAMPUNI

 

PENDAHULUAN

A. Dosa

            Kita adalah manusia yang selama hidup di dunia ini tidak akan pernah lepas dari melakukan kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang kita lakukan itu terjadi akibat dosa (Kej 3:1-24) yang telah dilakukan oleh manusia pertama. Dosa sudah ada di alam semesta sebelum Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Ini terbukti dari hadirnya penggoda itu di Taman Eden dengan kata-kata godaannya. Tapi Alkitab tidak memberikan keterangan tentang kejatuhan Iblis dan malaikat-malaikatnya ke dalam dosa, kecuali asal mula dosa dalam kaitannya dengan manusia. Dosa itu merupakan suatu pemberontakan terhadap Allah.

B. Akibat-akibat dosa

            Dosa mengakibatkan rusaknya hubungan antara manusia dengan Allah dan manusia dengan sesamanya. Dosa Adam dan Hawa bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri tanpa kaitan. Akibat-akibatnya terhadap mereka, terhadap keturunannya dan terhadap dunia segera kelihatan.

  1. Sikap manusia terhadap Allah
                Perubahan sikap Adam dan Hawa terhadap Allah menunjukkan pemberontakan yg terjadi dalam hati mereka. ‘Bersembunyilah manusia dan istrinya itu terhadap Allah Yahweh di antara pohon-pohonan dalam taman (Kej 3:8), dan ‘ditutupilah dirinya dengan cawat (Kej 3:7). Padahal manusia diciptakan untuk hidup di hadapan Allah dan dalam persekutuan dengan Dia. Tapi sekarang setelah mereka jatuh ke dalam dosa mereka gentar berjumpa dengan Allah (Yoh 3:20). Rasa malu dan ketakutan yang sekarang merajai hati mereka menunjukkan bahwa perpecahan sudah terjadi.
  2. Sikap Allah terhadap manusia
                Perubahan tidak hanya terjadi pada sikap manusia terhadap Allah, tapi juga pada sikap Allah terhadap manusia. Hajaran, hukuman, kutukan dan pengusiran dari Taman Eden, semuanya ini menandakan perubahan itu. Dosa timbul pada satu pihak, tapi akibat-akibatnya melibatkan kedua pihak. Dosa menimbulkan amarah dan kegusaran Allah, dan memang harus demikian sebab dosa bertentangan mutlak dengan hakikat Allah. Mustahil Allah masa bodoh terhadap dosa, karena mustahil pula Allah menyangkali diriNya sendiri.
  3. Akibat-akibatnya terhadap umat manusia
                Sejarah umat manusia berikutnya melengkapi daftar kejahatan (Kej 4:8,19,23,24; 6:2,3,5). Dan timbunan kejahatan yg merajalela itu mencapai kesudahannya dalam pemusnahan umat manusia, kecuali 8 orang (Kej 6:7,13; 7:21-24). Kejatuhan ke dalam dosa berakibat tetap dan menyeluruh, tidak hanya menimpa Adam dan Hawa, tapi juga menimpa segenap keturunan mereka; dalam ihwal dosa dan kejahatan terkandung solidaritas insani, yakni sama-sama langsung terhisab dalam perbuatan dosa itu dan menanggung segala akibatnya.
  4. Akibat-akibatnya terhadap alam semesta
                Akibat-akibat dari kejatuhan ke dalam dosa meluas sampai ke alam semesta. ‘Terkutuklah tanah ini karena engkau (Kej 3:17 dan Rom 8:20). Manusia adalah mahkota seluruh ciptaan, dijadikan menurut gambar Allah, dan karena itu merupakan wakil Allah (Kej 1:26). Bencana kejatuhan manusia ke dalam dosa mendatangkan bencana laknat atas alam semesta, yang tadinya atasnya manusia telah dikaruniai kuasa. Dosa adalah peristiwa dalam kawasan rohani manusia, tapi akibatnya menimpa seluruh alam semesta.
  5. Munculnya maut
                Maut adalah rangkuman dari hukuman atas dosa. Inilah peringatan yg bertalian dengan larangan di Taman Eden (Kej 2:17), dan merupakan pengejawantahan langsung kutuk ilahi atas orang berdosa (Kej 3:19). Maut sebagai gejala alamiah, ialah porandanya unsur-unsur kedirian manusia yang pada asalinya adalah utuh dan padu sejalin. Keporandaan ini melukiskan hakikat maut, yaitu keterpisahan, dan hal ini terungkap sejelas-jelasnya dalam terpisahnya manusia dari Allah, yang nyata pada pengusiran manusia dari Taman Eden. Oleh karena dosa, manusia gentar menghadapi kematian (Luk 12:5 dan Ibr 2:15).
     
     

C. Dosa ditanggungkan pada segenap umat manusia

            Dosa pertama, yaitu dosa Adam, mempunyai makna dan dampak khas bagi seluruh umat manusia. Rom 5:12,14-19 dan 1Kor 15:22 memberi penekanan pada pelanggaran yang satu itu oleh manusia yang satu itu, dan hanya karena pelanggaran yang satu itulah dosa, hukuman dan maut berkuasa dan menimpa segenap umat manusia. Dosa itu disebut seperti yang telah dibuat oleh Adam, pelanggaran satu orang, satu pelanggaran, ketidaktaatan satu orang (Rom 5:14). Pasti yang dimaksudkan ialah pelanggaran pertama dari Adam. Jadi anak kalimat dalam Rom 5:12 karena semua orang telah berbuat dosa, menunjuk kepada dosa-dosa segenap umat manusia terhisab di dalam dosa Adam. Itu tidak menunjuk kepada dosa-dosa nyata segenap umat manusia, apalagi kepada kebusukan hati yang diwarisi manusia. Lagipula anak kalimat dari ayat Rom 5:12 tadi jelas menyatakan bagaimana semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut (Rom 5:15), dan dalam ayat-ayat berikutnya ditekankan pelanggaran yang satu itu .

            Jika bukan dosa yang satu itu yang dimaksudkan, maka Paulus telah menandaskan dua hal yang berlainan dengan mengaitkannya pada pokok yang sama dalam konteks naskah yang sama. Justru satu-satunya keterangan terhadap kedua bentuk pernyataan ini, ialah semua orang terhisab dalam dosa Adam. Kesimpulan itu juga yang harus diambil dari 1Kor 15:22 di dalam Adam semua orang mati. Maut ialah upah dosa, dan melulu akibat dosa (Rom 6:23). Karena semua mati di dalam Adam, maka penyebabnya adalah karena semua berdosa di dalam Adam.

            Menurut Alkitab, jenis solidaritas pada keterhisaban dengan Adam, yang menerangkan segenap umat manusia terhisab dalam dosa Adam, sama dengan jenis solidaritas dengan Kristus, yakni terhisab dalam karya penyelamatan Kristus bagi semua orang yang dipersatukan dengan Dia. Gambaran kesejajaran Adam dengan Kristus dalam Rom 5:12-19 dan 1Kor 15:22,45-49 menjelaskan jenis hubungan yg sama antara kedua Tokoh itu dengan manusia. Kita tidak perlu mendalilkan sesuatu kenyataan dalam hal Adam dan umat manusia melebihi apa yang kita jumpai dalam hal Kristus dan umat-Nya. Kristus adalah Kepala yang mewakili umat-Nya. Kekepalaan demikianlah yang mutlak mendasari solidaritas segenap umat manusia dalam keterhisabannya berdosa dalam dosa Adam.

            Menolak ajaran ini bukan hanya berarti tidak mau menerima kesaksian ps-ps yg berkaitan dengannya, tapi juga berarti tidak menghargai hubungan erat antara asas yang menguasai hubungan manusia dengan Adam dan asas yang menguasai tindakan penyelamatan Allah. Kesejajaran Adam sebagai manusia pertama dengan Kristus sebagai Adam terakhir, menunjukkan bahwa asas yang berlaku dan mendasari tercapainya keselamatan dalam Kristus, adalah sama dengan asas yang berlaku yang menghisabkan manusia berdosa dan pewaris kerajaan maut.

            Sejarah umat manusia dapat diterangkan sebagai dua sisi yang bertentangan yaitu: 1. dosa kutuk maut dan 2. keadilbenaran pembenaran hidup. Yang pertama timbul dari kesatuan manusia dengan Adam, yang kedua dari kesatuan dengan Kristus. Hanya kedua inilah sarana yang ada, yang di dalamnya manusia hidup dan bergerak. Pemerintahan Allah terhadap manusia ditata sesuai bentuk kedua sisi itu. Jika kita mengabaikan Adam maka kita tak akan mengerti Kristus dengan sesungguhnya. Semua yang mati, mati di dalam Adam; semua yang  dihidupkan di dalam Kristus.

D. Penebusan

            Ketika manusia pertama jatuh dalam dosa, Allah merancangkan suatu karya penyelamatan untuk umat manusia (Kej 3:15). Tujuan penyelamatan ini adalah memulihkan atau mengembalikan hubungan antara Allah dengan manusia seperti awal penciptaan, di mana hubungan yang begitu erat antara Allah dengan manusia. Allah menjadi aktor dibalik penyelamatan   itu, artinya Allah sendiri yang akan melakukan misi penyelamatan. Dalam kitab-kitab PL banyak terdapat nubuatan-nubuatan tentang misi penyelamatan yang akan dilakukan oleh Allah. Nubuatan-nubuatan itu solah-olah Allah sedang mengingatkan kepada umat manusia bahwa itu adalah sesuatu janji Allah yang pasti akan digenapi oleh-Nya.

                Allah mengilhami banyak nabi Alkitab untuk memberikan perincian tentang kelahiran, pelayanan, dan kematian Penyelamat yang dijanjikan ini. Semua nubuat Alkitab itu digenapi dalam diri Yesus Kristus.[1] Nubuat-nubuat itu luar biasa saksama dan terperinci. Misi penyelamatan yang dilakukan oleh Allah seperti yang di nubuatkan dalam PL oleh para nabi-nabi atau tokoh-tokoh dalam PL dinamakan sebagai Mesias. 

            Istilah khas PB untuk penebusan ialah apolutrosis, suatu kata yang jarang muncul di lain tempat. Kata itu muncul 10 kali dalam PB, tapi hanya 8 kali dalam semua kepustakaan Yunani selebihnya. Ini mungkin menyatakan keyakinan orang Kristen purba, bahwa penebusan yang dikerjakan dalam Kristus adalah unik. Tapi itu tidak berarti sebagaimana orang berpikir, bahwa mereka mengerti penebusan hanyalah sebagai ‘pembebasan’. Untuk itu mereka menggunakan kata rhuomai, membebaskan. apolutrosis berarti pembebasan berdasarkan pembayaran harga tunai dan tuntas, dan harga itu adalah kematian Juruselamat sebagai tebusan. Ungkapan penebusan oleh darahNya (Ef 1:7) menjelaskan bahwa darah Kristus dipandang sebagai harga tebusan. Halnya sama dengan Rom 3:24 dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya.

            Dalam kutipan di atas Paulus menggunakan tiga metafora, yaitu metafora dari dunia pengadilan, dari dunia korban-korban, dan dari dunia perbudakan. Baiklah kita memusatkan perhatian pada yang terakhir. Paulus membayangkan suatu proses pembebasan, tapi dengan pembayaran suatu harga, yaitu darah Kristus. Dalam Ibr 9:15 penebusan juga dihubungkan dengan kematian Kristus. Kadang-kadang kita bertemu dengan penyebutan harta, tapi itu bukan penebusan, seperti dalam acuan-acuan tentang kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar (1Kor 6:19 dan 1Kor 7:22). Ide dasarnya adalah sama. Kristus membeli manusia dengan mengorbankan darahNya. Dalam Gal 3:13 harga tebusan itu dirumuskan sebagai, menjadi kutuk karena kita. Kristus menebus kita dengan menempati tempat kita, dengan memikul kutuk kita. Hal ini mengacu kepada ide tentang penggantian dalam penebusan, ide yang kadang-kadang memperoleh tekanan seperti dalam Mar 10:45 (tebusan bagi banyak orang).

            Penebusan tidak hanya menengok ke belakang ke Golgota. Penebusan memandang ke depan ke kemerdekaan yang di dalamnya si tertebus berada. Kamu telah dibeli, dan harganya telah lunas dibayar, jadi Paulus dapat berkata, karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu (1Kor 6:20). Justru karena mereka telah ditebus dengan harga yang demikian itu, maka orang percaya harus menjadi milik Allah. Mereka harus memperlihatkan dalam hidup mereka, bahwa mereka tidak lagi tertawan di dalam perbudakan dari mana mereka telah dilepaskan. Mereka dinasihati supaya berdiri teguh di dalam kemerdekaan yang dengannya Kristus telah memerdekakan kita (Gal 5:1).

MENGAMPUNI

            Mengampuni berasal dari  kata dasar “ampun”. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) mengampuni/meng·am·puni/ v memberi ampun; memaafkan[2].

            Kata “mengampuni” didalam bahasa Yunani adalah “APHIEMI”, yang artinya “menyuruh pergi”, “membiarkan pergi”, “melepaskan”, “meninggalkan”, “menghapuskan”. Kata ini di dalam Alkitab ditulis sebanyak 143 kali, artinya mengampuni adalah sesuatu yang amat sangat penting dan hal itulah yang Tuhan Yesus selalu inginkan terjadi didalam hidup kita.

            Mengampuni adalah tindakan memaafkan orang yang bersalah. Yesus menggunakan perbandingan ini sewaktu mengajar pengikutnya untuk berdoa, ”Ampunilah kami atas dosa-dosa kami, karena kami sendiri juga mengampuni setiap orang yang berdosa, yang disamakan dengan orang yang berutang kepada kami.” (Lukas 11:4) Sewaktu menggunakan perumpamaan tentang budak yang kejam, Yesus juga menyamakan mengampuni seperti menganggap lunas utang seseorang (Matius 18:23-35).

            Dalam Perjanjian Lama, setelah imam besar meletakkan tangannya pada kepala seekor kambing dan mengakui dosa bangsanya, berarti ia telah memindahkan dosa-dosa mereka pada kambing tersebut. Lalu ia “membiarkan kambing itu pergi”. Kambing itu dibawa ke padang gurun. Dosa bangsa itu telah disuruh pergi: “Demikianlah kambing jantan itu harus mengangkut segala kesalahan Israel ke tanah tandus, dan kambing itu harus dilepaskan dipadang gurun” (Im 16:22). Hal ini menggambarkan bagaimana Tuhan Yesus menanggung dosa kita dan membawanya pergi. Ketika Yesus muncul, sementara Yohanes Pembaptis sedang membaptis orang di Sungai Yordan, Yohanes berkata, “Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia,” (Yoh 1:29). Ia tidak berkata, “Yang menghapus orang berdosa dari dunia”. Mengapa? karena Tuhan Yesus tidak menghancurkan orang berdosa, tetapi dosanya yang dihancurkan. Ia tidak meniadakan si pelanggar, melainkan pelanggarannya. Allah bisa saja melenyapkan manusia berdosa dengan hanya satu sambaran petir saja, tetapi untuk melenyapkan dosa Ia harus mencurahkan darah-Nya di atas kayu salib. Untuk menciptakan dunia, Ia hanya mengucapkan satu patah kata; tetapi untuk menyelamatkan dunia, Ia harus menyalibkan anak-Nya sendiri. Yohanes tahu bahwa satu hari nanti dosa dunia akan ditempatkan pada kepala Anak Domba sejati dan Ia akan menanggungnya. Dengan demikian kita berdiri dengan tangan kita pada kepala Tuhan Yesus; Ia mengambil tempat kita. Kita datang pada salib dan menyadari bahwa Ia terluka oleh pelanggaran kita dan memar oleh kesalahan kita. Bagi kita, mengampuni seseorang adalah mengusir dendam, menghilangkan keinginan kita untuk membalas dendam. Ada suatu perbedaan penting antara pengampunan kita dengan pengampunan Tuhan Yesus. Jika Tuhan Yesus mengampuni, artinya Ia menghapus segala kesalahan. Hanya Tuhan yang dapat melakukan hal ini. Pengampunan kita tidak menghapus kesalahan, tetapi membuka pintu untuk pemulihan persekutuan dan menghilangkan tembok yang menghalangi pendamaian. Jadi, pengampunan adalah prasyarat pendamaian.           

                        Mengampuni orang lain berarti kita tidak kesal lagi kepadanya dan tidak meminta ganti rugi atas kesalahannya. Alkitab mengajarkan bahwa kita harus benar-benar menyayangi seseorang agar bisa mengampuninya, karena kasih ”tidak mencatat kerugian”(1 Korintus 13:4, 5).

Mengapa kita harus mengampuni?

1. Pengampunan adalah suatu keharusan

            Pengampunan bukanlah suatu perleng-kapan tambahan dalam kehidupan Kristen. Kita tidak mempunyai pilihan lain selain mengampuni, apakah kita menyukainya atau tidak. Pengampunan bukanlah suatu emosi; melainkan suatu keputusan. Orang yang diampuni (oleh Yesus) harus mengampuni (sesama).

2. Pengampunan adalah anugrah

            Pengampunan adalah anugrah, sebab pengampunan yang diberikan oleh Tuhan Yesus bukan membuat kita merasa lebih baik atau menolong kita untuk dapat meraih kedamaian dan ketenangan batin, tetapi karena Tuhan dalam kemurahan-Nya telah mengampuni kita terlebih dahulu.

3.Pengampunan adalah tindakan anugrah dan bukan hukum

            Dengan kata lain, pengampunan tidak terbatas. Bagi Petrus “tujuh kali”, kata Yesus “tujuh puluh kali tujuh kali” 490 kali. Artinya pengampunan adalah suatu tindakan berkali-kali atau sesering mungkin. “Sesering mungkin” dalam mengampuni adalah cerminan karakter Kristus. “Sesering mungkin” akan memelihara persekutuan.

            Pengampunan melebihi sebuah tindakan. Pengampunan adalah cara hidup. Tuhan member pengampunan, dan masih tetap melakukannya, sehingga ada komunikasi antara Tuhan dan manusia, antara manusia dan manusia, dan dengan segenap ciptaan Harga suatu pengampunan tidaklah murah, juga tidak mudah. Di Taman Getsemani, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya” (Mat 26:38). Lalu Ia berdoa, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat 26:39). Saat Yesus melihat ke dalam cawan itu, Ia terpukul, karena cawan itu berisi segala sesuatu yang buruk dari umat manusia, baik dari masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Tentu saja Ia segan minum dari cawan tersebut. Bila kita mengingat segala pengkhianatan yang pernah dilakukan oleh sahabat dekat kita dahulu artinya kita sedang melihat cawan yang ada dihadapan kita. Betapa pahitnya cawan ini !! Tuhan Yesus yang tidak mengenal dosa menjadi dosa itu sendiri, dan Ia yang memiliki persekutuan yang indah dengan Bapa-Nya sejak kekekalan akan menjerit dalam beberapa jam, “Allah- Ku,Allah-Ku mengapa Engkau meninggal-kan Aku ?” (Mat 27:46). Tetapi puji Tuhan, Ia juga berdoa, “Ya Bapa-Ku, jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu !” (Mat 26:42).

            Cawan yang berisi segala kepahitan, dendam dan sakit hati dalam hidup kita, harus kita “minum” artinya kita hadapi dengan segala pengampunan atas orang yang telah mengkhianati kita. Kita ingat, pada waktu Tuhan Yesus di atas kayu salib, Ia memulai suatu ucapan doa, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23:34) dan Tuhan Yesus menutup dengan ucapan: “Sudah selesai”. (Yoh 19:30). Ketika kita mulai untuk mau mengampuni orang yang pernah mengkhianati kita, maka tangan Allah akan turut bekerja atas perkara kita dan pendamaian pun terjadi, mujizat terjadi, segala perkara Tuhan katakan “sudah selesai”.

Mengampuni tidak berarti

  • Menyetujui perbuatan salah.

            Malah, Alkitab sangat tidak setuju dengan orang yang menganggap perbuatan buruk itu sebagai hal yang sepele atau tidak salah (Yesaya 5:20).

  • Menganggap kesalahan itu tidak pernah terjadi.

            Allah memang mengampuni dosa besar Raja Daud, tapi Dia tidak menganggap kesalahan itu tidak ada. Jadi, Daud harus tetap menanggung akibat dosanya. Allah bahkan membiarkan dosa-dosanya dicatat dalam Alkitab supaya kita bisa belajar darinya (2 Samuel 12:9-13).

  • Membiarkan orang lain memanfaatkan kita.

            Misalnya, kita meminjamkan uang kepada seseorang. Tapi dia menyalahgunakannya dan tidak bisa membayarnya kembali. Dia sangat menyesal dan meminta maaf kepada kita. Kita bisa mengampuninya dengan tidak lagi merasa kesal dan tidak mengungkit-ungkit masalah itu lagi. Bahkan, kita bisa menganggap lunas utangnya. Meski begitu, kita juga bisa memilih untuk tidak lagi meminjamkan uang kepadanya. (Mazmur 37:21; Amsal 14:15; 22:3; Galatia 6:7).

  • Asal memaafkan.

            Allah tidak mengampuni orang yang sengaja melakukan kesalahan lalu tidak mau mengakui kesalahannya, tidak bertobat, dan tidak meminta maaf kepada orang yang disakitinya. (Amsal 28:13; Kisah 26:20; Ibrani 10:26) Orang yang tidak mau bertobat adalah musuh Allah. Dan Allah tidak mengharuskan kita untuk memaafkan orang seperti itu ( Mazmur 139:21, 22).

            Bagaimana jika seseorang sangat menyakiti kita dan tidak mau meminta maaf atau bahkan mengakui kesalahannya? Alkitab menasihati, ”Jauhilah kemarahan dan tinggalkan kemurkaan.” (Mazmur 37:8) Meskipun kita tidak suka dengan perbuatannya, jangan sampai kita meledak dalam kemarahan. Yakinlah Allah akan membalasnya. (Ibrani 10:30, 31) Kita juga tidak perlu khawatir karena di masa depan Allah akan menghapus rasa sakit hati yang mungkin masih kita rasakan sekarang (Yesaya 65:17; Penyingkapan 21:4).

 

  • ”Memaafkan” setiap hal kecil yang mungkin menyinggung perasaan kita.

            Daripada memaafkan orang yang kita pikir bersalah terhadap kita, kadang lebih baik kita mengakui bahwa mungkin kita yang terlalu cepat tersinggung. Alkitab berkata, ”Janganlah rohmu cepat tersinggung, karena perasaan tersinggung menetap dalam dada orang-orang bebal.” ( Pengkhotbah 7:9).

Cara mengampuni

  1. Pikirkan apa artinya mengampuni.

            Kalau kita mengampuni, bukan berarti kita menyetujui perbuatan salah atau menganggapnya tidak pernah terjadi. Kita hanya tidak mau mengingat-ingatnya lagi.

  1. Pikirkan manfaat mengampuni.

            Kalau kita tidak memendam kemarahan dan kekesalan, kita bisa tetap tenang, lebih sehat, dan lebih bahagia. (Amsal 14:30; Matius 5:9) Dan yang lebih penting, kalau kita mengampuni orang lain, Allah juga akan mengampuni kita (Matius 6:14, 15).

  1. Miliki sikap seperasaan.

            Tidak ada orang yang sempurna. (Yakobus 3:2) Sewaktu kita membuat kesalahan dan orang lain mengampuni kita, kita pasti merasa lega. Jadi, kita juga seharusnya mau mengampuni orang lain (Matius 7:12).

  1. Bersikap masuk akal.

            Kalau ada hal kecil yang membuat kita tersinggung, kita bisa mengikuti nasihat Alkitab, ”Teruslah bersabar seorang terhadap yang lain.” (Kolose 3:13).[3]

  1. Cepat bertindak.

            Ampunilah orang lain secepatnya sebelum kemarahan kita bertambah besar (Efesus 4:26, 27).

 

PENGALAMANKU DALAM MENGAMPUNI

            Dari apa yang sudah dipaparkan di atas, maka saya akan bersaksi tentang kehidupanku dalam hal mengampuni.

Latar belakang kehidupan  

            Saya sebagai penulis dari makalah ini adalah seorang yang bersal dari latar belakang keluarga yang berantakan atau lebih dikenal dengan broken home. Ketika saya kecil, mama saya meninggalkan saya untuk selamanya. saya tidak tahu dengan pasti saya berumur berapa ketika mama meninggal dunia tetapi saya masih ingat ketika mama meninggal di depan mata saya. Sejak saya lahir hingga sampai hari ini saya belum ketemu dengan bapak kandung saya. saya merupakan anak tunggal dari mama saya, sehingga saya hidup seorang diri di dunia ini dalam menjalani kehidupan tanpa keluarga inti.

            Mama saya memiliki empat orang saudara kandung. Ketika mama meninggal, saya tinggal dengan om saya, walaupun masih saudara, saya tetap diperlakukan seperti bukan saudara oleh istri om saya dengan menjadikan saya seperti pembantu di rumah. Setelah itu tinggal dengan nenek saya dan bebrapa orang lainnya, dengan kata lain saya hidup dari satu tangan ke tangan lainnya dengan pola didikan yang berbebeda pula tetapi di dalamnya mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan buat saya.

Ke Jakarta

            Suatu hari saya berangkat ke Jakarta dan singkat cerita saya di angkat jadi anak oleh sebuah keluarga. Keluarga ini sudah memilki lima orang anak dan ditambah denga saya jadi enam orang. Walaupun, ibu angkat saya seorang hamab Tuhan, tetap memilki sedikit didikan yang hampir sama dengan sebelum-sebelumnya. Tetapi lewat keluarga baru saya inilah, saya diajari tentang Tuhan, berdoa dan baca Alkitab serta saya dibawa ke persekutuan-persekutuan doa, komsel dan kegiatan rohani lainnya, walaupun saya pada waktu itu masih kelas satu SMP (Sekolah Menegah Pertama).

Perjumpaan pribadi dengan Yesus

            Beberapa bulan kemudian atau hampir setahun, saya mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus yang saya baca di Alkitab, yang saya dengar lewat khotbah pendeta dan kesaksian dari beberapa orang di persektuan-persekutuan rohani yang saya ikuti. Waktu itu di acara natal gerejalah Tuhan memeperkenalkan diri-Nya kepada saya. Seperti aliran listrik menyembar tangan saya ketika saya dalam posisi berdiri dan meneymbah Tuhan. Dari peristiwa itu, saya mengalami sesuatu yang tidak biasa yaitu dari hari ke hari ada rasa haus yang luar biasa akan Tuhan dan ingin lebih dekat lagi dengan Tuhan dan itulah dinamakan dengan cinta mula-mula. Keadaan tersebut berlangsung sampai saya kelas tiga SMP.

Kekecewaan

            Di kelas tiga SMP, saya mengalami sesuatu yang membuat saya berubah 180 derajat terhadap diri saya, masa lalu saya, orang-orang yang pernah ataupun yang sedang hidup bersama dengan saya pada waktu itu dan juga Tuhan. Ketika saya melihat teman-teman saya datang dengan orang tua lengkap mereka ke sekolah saat pengambilan rapor dan itu membuat saya melihat diri saya berbeda dengan mereka, sehingga saya begitu cemburu dan iri hati. Keadaan tersebut membuat saya bertanya kepada Tuhan, kenapa saya tidak seperti mereka?, kenapa saya terlahir seperti ini?, kenapa Tuhan membiarkan mama meninggal sehingga saya hidup seorang diri di dunia ini tanpa keluarga seperti dambaan banyak anak di dunia ini?, dan banyak lagi pertanyaan yang lain. Saat itu saya kecewa kepada Tuhan, orang-orang yang hidup di masa lalu saya yang memeperlakukan saya tidak semestinya dan bahkan saya menolak diri saya sendiri.

Dampak dari kekecewaan

            Dari peristiwa itu, saya menjadi orang yang penuh dengan dendam akan bapak kandung saya dan ingin mencarinya untuk membunuhnya, saya tidak pernah lagi berdoa dan baca Alkitab, tidak pernah ke gereja lagi dan dalam setahun hanya dua kali ke gereja yaitu paskah dan natal. Saya hidup dalam pergaulan bebas, perokok berat, minuman keras, pemakai obat terlarang dan sering nonton film pornogarafi, hal itu saya lakukan untuk menghancurkan hidup saya sendiri, bahkan beberapa kali saya mencoba untuk bunuh diri. Keadaan itu berlangsung hingga saya lulus SMA (Sekolah Menegah Atas).

Pemulihan

            Beberapa tahun setelah saya lulus  SMA, Tuhan berbisik dengan lembut dalam hati saya dan membuat kekerasan hati saya selama bertahun-tahun menjdi lunak seketika. Tuhan menyuruhku untuk merenungkan hidup saya dari saya lahir hingga sampai saya bisa ke Jakarta. Dalam perenungan itu, saya menyadari bahwa semua yang terjadi dalam hidup saya, semuanya Tuhan sudah rencanakan dan memilki tujuan, seandainya saja saya ketemu dengan ayah kandung saya, berarti saya tidak akan pernah ke Jakarta dan bahkan lebih dari pada itu saya tidak akan pernah mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan yang hidup yaitu Yesus Kristus. Sejak saat saya menyadari hal itu, maka saya berdoa minta ampun kepada Tuhan dan saya mengampuni ayah kandung saya dan semua orang yang pernaah berbuat salah terhadap saya. Saat itu saya mengampuni dengan ketulusan hati dan dengan penuh penyesalan.

            Sejak peristiwa yang menakjubkan itu, saya menjalani hidup dengan tanpa beban dan menjadi orang merdeka seutuhnya dengan berdamai dengan masa lalu. Beberapa waktu kemudian, saya dibawa Tuhan dari pelayanan yang satu kepada pelayanan yang lain dan berbagai seminar rohani yang membuat hidup saya semakin menjadi orang yang dipulihkan Tuhan. Selain itu, saya membagikan kisah hidup saya kepada banyak orang dengan bersaksi dan tidak sedikit orang yang terberkati.

Seminar Pria Sejati

            Tuhan membawa saya untuk ikut seminar “Pria Sejati”. Pada mulanya seminar ini diperuntukan untuk hamba-hamba Tuhan yang sudah menikah khususnya untuk pria, tetapi oleh anugerah Tuhan saya bisa ikut seminar ini walaupun belum menikah. Selain saya, ada beberapa anak muda juga yang ikut walaupun belum menikah. Diseminar ini, membahas tentang gambar diri yang rusak, pengampuanan dari kekecewaan, sakit hati, dendam yang berakibat kepada kehidupan keluarga yang rusak dekarenakan seorang suami sekaligus seorang ayah tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga istri dan anak menjadi korban atau dengan kata lain istri memilki hubungan dengan pria lain dan anak menjadi anak yang liar. Tidak sedikit hamba Tuhan yang ikut seminar ini, hidupnya di belakang layar jatuh dalam perselingkuhan, seks bebas, nonton film porno, masturbasi. Hal itu terjadi karena belum berdamai dengan masa lalu pahit.

            Lewat seminar ini, saya menjadi mengerti akan kehidupan saya dan meminta kekuatan Tuhan untuk saya bisa berdamai dengan masa lalu. Saya belajar banyak dan mengerti bagaimana menjadi seorang pria ketika sudah menikah yaitu menjadi seorang suami sekaligus menjadi seorang ayah. Saya mengampuni ayah kandung saya dan ingin bertemu dengannya untuk damat mengadakan pendamain secara langsung sehingga kutuk-kutuk keturunan di patahkan.

Lingkungan sekolah teologi

            Beberapa tahun kemudian, saya mendapakan peneguhan dari Tuhan untuk masuk sekolah teologi untuk dapat diperlengkapi lagi ketika terjun dalam dunia pelayanan. Tahun 2014, saya masuk Sekolah Tinggi Teologia Sangkakala di kota Salatiga Jawa Tengah. Awalnya saya berpikir jika semua orang yang sekolah di teologi itu orangnya baik-baik, tetapi ternyata jauh dari dugaan saya. Beberapa orang sikap dan perilakunya membuat saya sering kali emosi dan naik darah sehingga saya lebih memilih untuk berteman atau tidak bergaul dengan mereka. Tidak hanya mahasiswa tetapi juga ada beberapa staf yang saya tidak sukai.

            Dari hal itu, beberapa waktu kemudian, saya menjadi belajar bahwa ternyata itu adalah sebuah proses yang harus dilalui dan saya harus menang dengan hal itu, karena itulah yang Tuhan mau sehingga saya berada di sini. Bukan sesuatu hal yang mudah bagi saya untuk bisa menerima semua orang di tempat ini, tetapi justru di sinilah pembentukan karakter saya yang sesungguhnya terjadi. Pada akhirnya, saya menerima semua teman-teman saya dari tingkat awal samapai tingkat akhir dan memehami bahwa mereka adalah orang-orang yang luar biasa yang sudah di panggil oleh Tuhan untuk melakukan tugas mulia-Nya Tuhan.

            Saya berdoa dan mengampuni seorang demi seorang yang sudah membuat saya kecewa dan pahit hati dan menerima mereka sebagaimana keadaan mereka. Saya mengerti itu adalah anugerah yang Tuhan kerjakan dalam hidup saya bukan karena kekuatan saya. Sekarang semua orang yang berada di lingkungan teologi ini saya menganggap mereka sebagai saudara dan keluarga saya.

            Kini saya menjadi seorang pemenang dalam hal mengampuni walaupun masih banyak hal lagi dalam hidup saya yang akan terus di proses oleh Tuhan dalam hal mengampuni sampai saya menjadi orang yang benar-benar merdeka. Menjadi orang merdeka sepenuhnya merupakan sesuatu yang sangat penting buat saya, karena saya akan menjadi seorang hamba Tuhan yang akan menjadi teladan dan menjadi berkat bagi banyak orang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kesimpulan
            Dalam Kol 3:13, “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.” Mengampuni adalah awal dari pemulihan dan ketika pemulihan itu terjadi maka kemerdekaan sejati di dalam Yesus akan kita terima. Mengampuni berarti menjadikan diri kita sehat secara roh, tubuh dan jasmani serta damai sejahtera tinggal dalam hati kita.


[1] https://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/1102005152
[2] https://kbbi.web.id/ampun
[3] [3] https://www.jw.org/id/ajaran-alkitab/pertanyaan/apa-artinya-mengampuni/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KARAKTER SORANG HAMBA TUHAN

MENUJU KEESAAN GEREJA

NATUR GEREJA